MANISNYA IMAN

 


MANISNYA IMAN
Oleh : Tikno Adi

     Rasulullah saw dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari menyatakan:


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ(رواه البخاري)

Artinya:
Dari Anas bin Malik (90 H) dari Nabi saw, beliau bersabda, “Tiga perkara yang apabila ada pada seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman :Menjadikannya Allah dan rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali untuk Allah, dan
dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka” (HR. Bukhori )
     Untuk merasakan manisnya iman tentu yang harus dimiliki iman itu sendiri. Mana mungkin orang bisa merasakan manisnya iman sementara belum beriman atau mengaku beriman tetapi tidak mau disebut belum atau tidak beriman. Oleh karenanya untuk dapat merasakan manisnya iman terlebih dahulu kita pertanyaan pada diri kita sendiri "sudahkah kita beriman?".
     Jumhur ulama mendefinisikan iman itu tasdiqun bil qalbi wa ikrarun bil lisan wa 'amalun bil Arkan. Untuk mencapai derajat tasdiqun bil qalbi tentu tidak semudah membalikkan tangan. Membutuhkan proses yang harus dilewati oleh setiap orang rang pencari Tuhan karena menjadikan tasdiqun bil qalbi itu harus Haqul Yakin. Sedangkan untuk sampai pada Haqul Yakin harus melalui Ilmul Yakin dan 'Ainul Yakin. Sebuah analogi sederhana, misalkan bagaimana manisnya Gula? Pertama kita harus tahu ilmu tentang gula. Bentuknya, warnanya, rasanya dsb. Untuk selanjutnya melihat dengan dengan mata kepala, ternyata gula sesuai dengan informasi tentang gula. Sampai disini baru pada tingkat 'Ainul Yakin. Untuk menuju ke tingkat tasdiq maka harus merasakan. Ketika sudah merasakan manisnya gula, itu artinya sudah berada di tingkat tasdiq. Manisnya sudah tidak didefinisikan atau dideskripsikan. Manisnya gula hanya bisa dirasakan dan tidak dapat disuarakan. Jika hal ini terjadi berulang-ulang, pada puncaknya mencapai derajat Itsbatul Yakin. Pertanyaannya, apakah kita sudah beriman kepada Allah SWT? Sudah tasdiqun bil qalbi dan mencapai derajat haqqul yakin? Atau hanya baru mengenal namanya dan hafal sifat-sifat-Nya? Masing-masing orang tentu memiliki pengalaman spiritual yang berbeda.
     Ketika seseorang sudah benar-benar beriman kepada Allah SWT dengan melalui proses sebagaimana disampaikan di atas maka akan sangat mudah untuk merasakan manisnya iman.‌

1. Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari pada selain keduanya. Allah Maha Cinta, Maha Pengasih dan Penyayang. Orang yang beriman adalah orang yang berkesadaran bahwa cinta dan kasih sayang Allah selalu ia rasakan. Allah selalu hadir di setiap ruang dan waktu. Selalu dekat dan meliputi hamba-Nya. Tiada kenikmatan dan kebahagiaan yang sangat indah selain selalu bersama-Nya. Mencintai Rasul-Nya atau mencintai utusan-Nya sudah barang tentu menjadi satu kesatuan dengan mencintai Allah SWT. Rasulullah secara syari'at adalah beliau Rasulullah Muhammad Saw, sosok manusia yang agung yang diutus untuk mencerahkan umat manusia agar selalu ingat kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT:
لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا 
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap Allah dan  hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 21)

2. Secara hakikat bahwa kehadiran setiap manusia di dunia adalah utusan untuk melaksanakan visi Allah SWT. Merupakan kepanjangan tanganNya untuk menebarkan cinta dan kasih sayang Allah. Itulah sebabnya ketika mengawali pekerjaan harus selalu diawali dengan membaca Basmallah, Atas nama Allah. Dalam praktiknya untuk saling bersinergi memberikan manfaat bagi semesta. Untuk menjaga bumi agar tetap seimbang bukan membuat kerusakan. Allah SWT berfirman :

واحسن كما احسن الله إليك ولا تبغ الفسد في الأرض ان الله لا يحب المفسدين.
Artinya:
"Berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah membuat kerusakan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang membuat kerusakan" (QS. Al Qasas:77)

‌3. Mencintai dan tidak mencintai seseorang kecuali hanya untuk Allah SWT. Keberadaan manusia di dunia ini karena cinta. Allah SWT menitipkan cinta kepada kedua orang tua kita. Orang yang sudah beriman tidak terjebak pada dualitas. Benar - salah, baik - buruk. Senang terhadap apa yang disukai dan benci terhadap apa yang tidak disukai. Kehadirannya selalu dirindukan oleh banyak orang.
     Kebencian terhadap kekufuran bukan untuk menghakimi orang lain tetapi terus melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri jika kembali kepada ketertutupan mata kalbunya yang akan membawa pada kegelapan. Orang-orang yang menutup mata kalbunya sulit menerima kebenaran dan sulit menemukan kebahagiaan apalagi manisnya iman. Semoga bermanfaat.

25 Desember 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAJULUN YAS'A ( رجل يشعي )

BELAJAR AL QUR'AN

LINGSEM DAN BANGKAI