Kehormatan dan Penghormatan.




Oleh : Tikno Adi 

Para santri begitu takdzim kepada kyainya itu bukan tiba-tiba saja mentradisi di pondok pesantren, tetapi melalui proses yang panjang bagaimana sang kyai berjuang mendirikan pesantren yang diawali mengasuh beberapa orang santri. Dengan sabar dan tlaten sang kyai mengasah, mengasuh dan mengasihi santrinya hingga tumbuh berkembang menjadi manusia yang tidak saja pandai tetapi juga berbudi pekerti yang baik dan diharapkan bermanfaat ketika kembali ke masyarakat. Lambat laun pondok pesantren menjadi besar dan santrinya hingga ribuan karena masyarakat begitu menaruh kepercayaan untuk dititipkan ke pondok pesantren. Sang kyai bukan memcari kehormatan dan penghormatan tetapi semua itu diperoleh karena keikhlasan dalam berjuang mendidik umat. Allah mengangkat derajatnya dan memudahkan segala urusannya. Bahkan ketika sang kyai sudah tiada namanya masih harum dan selalu dikenang dan didoakan umat. 


Demikian juga kehormatan dan penghormatan kepada seorang pemimpin. Bukan simbol penghormatan sewaktu berbaris di lapangan dan memberi hormat tetapi bagaimana proses menjadi pemimpin dan bagaimana ketika memimpin. Kita mengenal sosok Bung Karno, M. Natsir, Mbah Hasyim, Kyai Ahmad Dahlan dan tokoh-tokoh nasional yang memberikan kontribusi terhadap lahirnya NKRI. Mereka berjuang tanpa pamrih demi NKRI. Meskipun saat ini mereka sudah tiada, rakyat mengakui dan takdzim bahwa mereka adalah para pemimpin bangsa dan namanya harum untuk dikenang. 


Seiring perjalanan waktu, terjadi pergeseran makna kehormatan dan penghormatan. Terjadi pengikisan nilai esensial dari kehormatan dan penghormatan. Terlepas dari motivasi dasar mengapa seseorang begitu ditakdzimi, sekarang justru berbalik. Kehormatan yang diidentikkan dengan kekuasaan, maka banyak orang berlomba-lomba untuk mencari posisi yang terhormat di singgasana kekuasaan. Pemimpin bukan dilahirkan oleh proses alamiah dengan melalui perjuangan panjang tetapi untuk menjadi pemimpin atau penguasa dilakukan dengan cara instan dan transaksional. Maka lahirlah orang-orang yang gila hormat yang justru menjadikan tidak memiliki martabat dan harga diri. Kesewenang-wenangan dan saling menzalimi menjadi komoditas media yang kian menambah gelapnya hati. 

Saat ini semua berangsur dicabut oleh Sang Pemilik Kehormatan dan Kemuliaan. At-tahiyyatulillah, was-shalawatu wat-thayyibah. Kehormatan, keselamatan dan kebaikan itu milik Allah. Pandemi Covid19 telah meluluhkan kehormatan dan penghormatan yang dielu-elukan oleh banyak orang yang gila hormat. Jangankan bersalaman untuk memberikan ucapan selamat ketika menjabat bahkan ketika meninggal apalagi jika meninggalnya karena Covid, maka tak satupun yang mengantarkan sebagai penghormatan terakhir. 


12/01/21.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAJULUN YAS'A ( رجل يشعي )

BELAJAR AL QUR'AN

LINGSEM DAN BANGKAI