TREMBESI

 

     Terakhir melihat dua pohon Trembesi di desa asal saya, umurnya mungkin ratusan tahun, diameternya kurang lebih tiga depa orang dewasa di area pemakaman dipotong oleh pemdes. Sejak itu di desa saya tidak ada satupun pohon trembesi.

Dulu, disetiap desa pasti ada tempat yang disakralkan dan dianggap keramat pasti ada pohon trembesi.

Pakar tanaman hutan kota Prof. Endes N. Dahlan mengatakan pohon trembesi atau juga disebut pohon hujan paling tinggi menyerap karbondioksida (CO2). Beliau menyebutkan bahwa pohon trembesi yang tingginya 15 m mampu menyerap CO2 (carbon dioksida)  58,5 ton per tahun. Tertinggi dibandingkan akasia, bunga kenanga, dll. Artinya apa? Subhanallah, pohon yang satu ini diciptakan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan membersihkan udara dari pencemaran polutan. 


Inilah yang mungkin mengapa dikeramatkan agar tidak dipotong dan ekosistem tetap terjaga.

Mohon maaf, kalau kita cermati dari data penyebaran covid-19 ternyata yang paling banyak adalah daerah yang lingkungan alamnya sudah tidak lagi seimbang atau bahkan mungkin sudah rusak.

Dalam kultur Jawa tumbuhan seperti "sedulur sinorowedi", saudara kandung. Nama-nama Desa yang diambil dari nama tumbuhan bukan kebetulan tetapi pilihan. Sudah ada hubungan batin antara manusia dan tumbuhan sehingga harus dibangun secara harmonis bahkan ada tradisi menanam pohon ketika ada kelahiran anak. Hal ini disampaikan oleh Imam Budhi Santoso dalam tulisannya di caknun.com. Maka tidak mengherankan ketika anaknya lahir banyak orang tua yang masih nggegegi tradisi kejawaannya akan menanam pohon tertentu sebagai penanda kelahiran si anak tadi.

Ini mungkin bisa menjadi acuan para pemimpin untuk mengambil kebijakan terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAJULUN YAS'A ( رجل يشعي )

BELAJAR AL QUR'AN

LINGSEM DAN BANGKAI