HAJJI DAN ABDULLAH

Oleh : Cak Tik

     Tiap tahun jumlah "muslim" Indonesia yang berhaji terus meningkat. Terlepas dari latar belakang apa yang mendorong untuk memenuhi panggilan Allah swt, artinya bahwa orang yang memiliki kemampuan untuk berhaji terus naik dari tahun ke tahun. Kalau dianalogikan bahwa berhaji itu sebuah proses manusia menjadi hamba Allah (Abdullah)  maka sudah berapa juta Abdullah yang ada di negeri ini siapapun dia dan apapun status dan latar belakangnya. Tentu kalau dia pejabat pastilah dia akan memegang amanah itu dengan hati-hati dan akan membawa kemaslahatan bagi manusia dan alam karena terbimbing menjadi khalifah fil ardhi. Akan tetapi realitas tak kunjung negara yang berkonsensus untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Malah kerakusan yang berimplikasi terhadap kerusakan. Korupsi sudah semakin akut bahkan menjadi proyek pengadilan.
     Lalu apa yang disandang setelah pulang dari Tanah Suci? Apakah sekedar simbol "H" di depan namanya, agar terkesan keren ketika tampil untuk berapa saja? Lebih-lebih untuk nyaleg atau nyapres?
     Gus Solah diam terpaku. Segelas kopi tak kunjung diseruput hingga dingin. Fikirannya jauh menerawang entah kemana. Yang jelas keprihatinan yang mendalam melihat fenomena yang berkembang yang mengarah kepada kehancuran bukan perbaikan. Hatinya bertanya-tanya, apa makna "miqat, wuquf, thawaf, sya'i, tahalul" ? Apakah sekedar arkanulhajji, tanpa menemukan spiritual dalam menjalankannya sehingga mampu melepaskan atribut manusia dan menjadi hamba Allah?
...........
     Manusia akan mampu melepaskan atributnya sebagai manusia bahkan egonya dan menjadi Abdullah jika melalui proses miqat, wukuf, jumrah, thawaf, sya'i dan tahalul. Tetapi bukan sekedar melaksanakan sebatas teknis atau syari'at. Harus masuk ke kedalaman makna sehingga menemukan ma'rifatnya. Apa itu miqat dan seterusnya? Yang kesemuanya itu menjadi thariqah untuk sampai kepada hakekat haji. Bukan mampu melaksanakan haji untuk menjadi kebanggaan yang sejak dulu sudah menjadi tradisi dan sekedar mencari simbol dan dunia.
     Seberapa besar dan tinggi status, pangkat dan jabatan seseorang pasti akan ditinggalkan. Hanya kain kafan yang tak berjahit menempel di badannya, itupun akan hancur. Itulah sebabnya setiap manusia harus memahami batasan, miqat, empan-papan dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Apalagi sampai merampas hak dan menyengsarakan orang lain. Manusia akan berhenti di satu titik dari mana ia berasal, itulah wukuf. Kepada Rabbnya semua pasti kembali, maka hati dan jiwanya harus bersih dan suci dari rasa kepemilikan, apalagi kepenguasaan apapun itu. Manusia harus berpuasa untuk tidak melanggar batasan eksistensinya sebagai manusia yang utuh. Manusia yang benar-benar manusia yang akal dan hatinya tersambung, bukan hati yang didominasi syahwat duniawi.

2.Al-Baqarah : 200

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa, \"Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,\" dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAJULUN YAS'A ( رجل يشعي )

BELAJAR AL QUR'AN

LINGSEM DAN BANGKAI