PERUBAHAN (2)

Tadabbur oleh : cakTik

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ

"*(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri*".QS. 50:17)

     Ada empat Malaikat yang selalu mendampingi setiap orang, yang dua "mu'aqqibaatun" menjaga di depan dan belakang, yang dua "al mutalaqqiyaan", selalu mencatat setiap amal perbuatan, begitu mufasir memaknai.. Kita tidak dalam kapasitas memberikan koreksi, apalah artinya diri saya yang tidak memiliki syarat akademik untuk itu. Toh kalau diimani kemudian dilaksanakan untuk tidak melakukan kemaksiatan karena akan dicatat oleh malaikat, maka outputnya adalah kebaikan seseorang, memang itulah tujuan ayat ini diturunkan. Ribuan bahkan jutaan tafsir kalau dipadukan akan mengerucut menjadi satu tujuan yaitu kebaikan, yang apabila dilakukan dan di"istiqomah"i akan menghadirkan kemuliaan.
    Sekarang kalau ada ungkapan, lhawong setiap amal perbuatan itu dicatat sama Malaikat kok ya masih banyak maling, koruptor, kemaksiatan, kemungkaran? Yang salah siapa? Dalam skala mikro saja, tidak ada orang tua yang menginginkan anak-anaknya menjadi pecundang. Bahkan kultur Jawa, larangan "malima" itu ditanamkan sejak kecil. main,  maling, madat, mabuk, dan madon. Lembaga pendidikan bertebaran seantero negeri dan semua memiliki visi misi yang baik dan sudah terbangun sistem yang baik juga. Bukan siapa yang salah tapi apa yang salah? Ini yang perlu dicari dan diupayakan pemecahannya.
     Kita telah dikondisikan untuk menentukan satu pilihan. Ketika sudah memilih satu, maka yang lain dianggap salah bahkan sampai pada tingkat dibenci. Cara berfikir seperti inilah yang terjadi di negeri ini. Ukurannya benar salah bukan baik buruk. Padahal ketika kita memilih beberapa pilihan dan itu baik apakah itu salah? Dan kita sering disodori pilihan yang salah tetapi dipaksa untuk memilih salah satu sebagai upaya pembodohan. Misalnya, apakah kita menginginkan anak kita pandai, baik atau mulia? Padahal ketiganya merupakan pilihan yang baik dari sisi pertanyaan, dan menjadi satu kesatuan dari subtansi. Karena yang menjadi mindset satu pilihan maka yang terjadi, orang tua akan bangga jika anaknya lulus dengan nilai yang tinggi, tapi merasa biasa-biasa saja kalau melakukan keburukan atau melanggar etika dan tata nilai. Adakah mereka tidak mengenali ada yang selalu meliput setiap gerak dan langkah, yang jahr maupun yang sirr, semua akan berpulang kepada diri sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAJULUN YAS'A ( رجل يشعي )

BELAJAR AL QUR'AN

LINGSEM DAN BANGKAI